Senin, 03 Juni 2013

ISRA DAN MI'RAJ


ISRA DAN MI'RAJ

 
Isra merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Mekah ke Mesjidil Aqsha di Jerusalem. Kemudian bermi'raj menuju langit ketujuh dan Sidratulmuntaha, arasy (takhta Tuhan), dan kursi (singgasana Tuhan), hingga menerima wahyu di hadirat Allah SWT. Perjalanan ini mengandung perintah mendirikan shalat lima waktu sehari dan semalam. Isra mi'raj terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah.

Peristiwa ini juga menunjukkan betapa pentingnya peranan masjid bagi kehidupan umat Islam. Ia merupakan tempat berangkat sekaligus tempat lepas landas bagi kebangkitan umat. Di masjid itulah umat Islam memulai segala aktivitasnya sekaligus menata kehidupan, seperti dilakukan dengan cemerlang oleh Rasulullah. ''Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada-Nya dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah.'' (QS 9:18).

Sedangkan shalat yang merupakan perintah langsung dari Allah kepada Nabi ialah suatu bentuk komunikasi antara manusia dan Tuhan secara beriman serta meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan demikian, seperti dituturkan oleh sejarawan Islam Mesir, Mohammad Husain Haekal: shalat bukan sekadar rukuk dan sujud, tanpa mengisi jiwa dan hati sanubari dengan iman. Jadi, shalat merupakan suatu ibadah yang harus dilakukan dengan ikhlas, demi Tuhan Cahaya Langit dan Bumi.

Orang mukmin yang beriman ialah yang menghadapkan seluruh kalbunya kepada Allah ketika ia sedang shalat, disaksikan oleh rasa takwa kepada-Nya, serta mencari pertolongan Allah dalam menunaikan kewajiban hidupnya. Ia mencari petunjuk, memohonkan taufik Allah dalam memahami rahasia dan hukum alam ini. Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah di tengah ia shalat selalu akan merasa, dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaran Allah Yang Maha Agung.

Shalat juga merupakan salah satu bentuk kesamaan manusia di hadapan Allah, tanpa membedakan status sosial mereka. Kesamaan di hadapan Tuhan ini, akan menuju pada persaudaraan yang sebenarnya. Sebab, semua orang dapat merasakan bahwa mereka sebenarnya bersaudara dalam beribadah kepada Allah dan hanya kepada-Nya mereka beribadah.

Persaudaraan demikian ini didasarkan kepada saling penghargaan yang sehat, renungan serta pandangan yang bebas seperti dianjurkan Alquran. Adakah kebebasan, persaudaraan, dan persamaan yang lebih besar selain umat ini di hadapan Allah? Semua menundukkan kepala kepada-Nya, bertakbir, rukuk, dan bersujud. Tiada perbedaan antara satu dan yang lain semua mengharapkan pengampunan, bertobat, dan mengharapkan pertolongan.

Tak ada perantara mereka ke Tuhan kecuali amalnya yang saleh, dan menjauhkan diri dari segala bentuk kejahatan. Dalam situasi sekarang ini, persaudaraan yang demikian dapat membersihkan hati dari segala noda materi, dan menjamin kebahagiaan manusia agar dalam hidup ini kita tidak tergelincir ke jurang dosa. Begitu pentingnya nilai shalat hingga ia dapat mencegah manusia dari perilaku keji dan munkar, seperti difirmankan Allah.


Sumber dari Republika Online
Wassalam, Samroh, Cirebon, Indonesia
http:// samrohnuraga,blogspot.com
http://aminazra.blospot.com

Read more